Fungsi Transistor sebagai Saklar dan Inverter
Transistor adalah jenis perangkat semikonduktor yang dapat digunakan untuk mengatur arus atau tegangan. Transistor merupakan jenis komponen elektronika aktif, karena tidak dapat bekerja tanpa adanya sumber tegangan. Transistor memiliki berbagai macam fungsi. Namun, pada artikel ini hanya akan menjelaskan bagaimana transistor dapat berperan sebagai saklar (switch) dan inverter.
Gambar di atas adalah transistor BJT NPN. Sebelumnya mari pahami dahulu dasar dari transistor. Pada gambar di atas terdapat gambar simbol transistor NPN, di mana basis (B) dan kolektor (C) terhubung ke sumber tegangan, sedangkan emitor (E) terhubung ke ground.
Jadi, misalkan pada arus basis (IB) sebesar 2 mA, maka arus kolektor (IC) adalah β (beta) dikali IB. Oleh karena β = 100 maka besarnya arus IC = 200 mA. Kemudian, arus emitor (IE) adalah hasil penjumlahan dari IB + IC sehingga IE = 202 mA. Di sini transistor berperan sebagai saklar, di mana arus kecil pada basis dapat mengontrol arus yang lebih besar di kolektor. Selanjutnya, agar lebih paham mari menggunakan contoh transistor yang berfungsi sebagai saklar pada sebuah rangkaian.
Gambar di atas merupakan rangkaian di mana transistor yang berperan sebagai saklar. Untuk memahami perhitungan di atas, ada baiknya Anda sudah memahami hukum Ohm dan Kirchhoff. Jika sudah paham, mari bahas bagaimana perhitungannya.
Ketika saklar di buat ‘ON’ arus akan mengalir ke basis (IB), sebesar 0,0000108 A. Kemudian, VRB = 5,4 V. Sementara itu, arus kolektor (IC) adalah 0,00216 A, di dapat dari β × IB. Jika IC sudah diketahui maka untuk mencari VRC tinggal RC × IC = 2,16 V. Selanjutnya, VA adalah tegangan sumber/baterai (VS) dikurangi VRC dan hasilnya 3,84 V. Karena penurunan tegangan LED di sini 2 V maka VC adalah VA – VLED = 1,84 V. Jadi, hasil output atau VCE adalah 1,84 V.
Kesimpulannya, yaitu arus kecil pada basis (0,0000108 A) dapat mengontrol arus yang lebih besar pada kolektor (0,00216 A). Dengan demikian, di sini transistor berperan sebagai saklar atau switch. Untuk berikutnya mari bahas bagaimana transistor berfungsi sebagai inverter.
Baca Juga: Daerah Operasi Transistor: Cut Off, Aktif, dan Saturasi
Rangkaian di atas terdapat transistor yang berperan sebagai inverter. Artinya, transistor berada pada daerah operasi ‘saturasi’ sehingga VCE = 0 V (walaupun pada kenyataanya VCE tidak tepat 0 V, melainkan sangat mendekati 0 V). Itu adalah teori dasar transistor berfungsi sebagai inverter. Selanjutnya, mari bahas rangkaian di atas.
Vin adalah tegangan input, sedangkan untuk outputnya VCE. Pada transistor NPN umumnya nilai β berkisar 100 hingga 300, tetapi pada sirkuit di atas nilai β tidak akan mendekati 100. Jadi, ketika rasio antara RB dan RC jauh lebih sedikit daripada beta, transistor akan lebih mudah ke mode saturasi. Dengan demikian, ketika basis diberi arus maka VCE akan terbaca 0 V. Artinya, saat Vin = 5 V (ada arus ke basis) maka VCE/output akan 0 V.
Kemudian, ketika Vin = 0 V maka tidak akan ada arus apapun yang mengalir ke basis transistor. Jadi, jika tidak ada arus yang mengalir ke basis maka sama saja tidak akan ada arus yang mengalir dari kolektor ke emitor. Dengan demikian, tidak akan ada juga arus yang mengalir ke RC. Artinya, tidak akan ada penurunan dari sumber tegangan 9 V atau sama saja tegangan di VCE tetap 9 V.
Kesimpulanya adalah pada saat transistor berfungsi sebagai inverter, input yang kecil akan menjadi output yang besar. Sementara itu, jika inputnya besar maka outputnya kecil. Untuk lebih jelasnya Anda dapat mengamati tabel pada gambar di atas.