Mengenal Lampu Air Garam dan Prinsip Kerjanya
Manusia selalu membutuhkan penerangan ketika beraktivitas. Pada saat siang hari, sinar Matahari dapat menjadi sumber utama penerangan, tetapi ketika malam hari kita akan sangat bergantung dengan adanya lampu.
Namun, untuk mengoperasikan lampu kita harus memiliki akses ke sumber jaringan listrik, PLN misalnya.
Dalam hal sumber listrik, masyarakat Indonesia memang sangat bergantung ke PLN, walau ada juga sebagian kecil masyarakat yang menggunakan sumber listrik alternatif secara pribadi, seperti PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya).
Akan tetapi, pemasangan PLTS juga tidak murah karena “biaya awal” yang cukup mahal.
Saat ini ilmu pengetahuan sudah semakin berkembang, banyak sekali cara atau metode untuk menghasilkan listrik dari sumber yang alami dan berkelanjutan. Salah satunya adalah cara menghasilkan energi listrik dengan menggunakan air garam.
Ya, Anda tidak salah baca, garam yang asin itu ternyata dapat digunakan sebagai alternatif media penghasil energi listrik, di mana hasil energi listriknya dapat untuk menyalakan lampu.
Lampu air garam atau The SALt lamp (singkatan dari “Sustainable Alternative Lighting") adalah lampu yang ditenagai oleh reaksi galvanik anoda dengan air garam.
Air garam berfungsi bukan sebagai sumber tenaga tetapi sebagai elektrolit yang memfasilitasi aliran arus dalam baterai logam-udara. Lampu yang digunakan adalah jenis LED (Light-emitting diode).
Lampu air garam pembuat awalnya adalah dua inovator bersaudara asal Filipina, Aisa Mijeno dan Raphael Mijeno.
(Aisa Mijeno dan SALt Lamp) |
Lampu air garam Ini dapat memberikan pencahayaan selama delapan jam, serta dapat juga disambungkan ke port USB untuk mengisi daya ponsel.
Produk ini terinisiasi ketika para inovator tersebut tinggal di salah satu daerah terpencil di Filipina, di mana untuk sumber penerangannya masih mengandalkan lampu minyak tanah, dan cahaya bulan untuk melakukan pekerjaan di malam hari.
Lampu air garam atau The SALt lamp diperkenalkan pada tahun 2015 dan mendapat perhatian media selama KTT Kerjasama Ekonomi Asia-Pasifik 2015 di Filipina, terlebih pada saat itu Presiden Amerika, Barack Obama juga memberikan pujian atau apresiasi kepada produk lampu air garam buatan Aisa Mijeno dan Raphael Mijeno.
Hebat, ya, dari sebuah masalah melahirkan sebuah gagasan atau inovasi yang ternyata berguna dan mendapatkan apresiasi dari berbagai kalangan internasional.
Baca Juga: Lampu LED: Pengertian, Jenis, Kelebihan & Kekurangan
Prinsip Kerja Lampu Air Garam
Teknologi di balik lampu air garam sebenarnya cukup sederhana, dan memungkinkan perawatan yang lebih sedikit dibandingkan lampu minyak tanah pada umumnya.
Pada lampu air garam, di dalamnya terdapat dua batang logam yang berperan sebagai elektroda, dan ketika air garam (elektrolit) ditambahkan, itu akan menyebabkan terjadinya perbedaan potensial pada kedua elektroda, sehingga terjadilah arus listrik.
Kemudian, arus listrik tersebut akan digunakan untuk menghidupkan lampu LED, dan dapat beroperasi selama delapan jam.
Lampu air garam, atau SALt lamp produk inovator Filipina tersebut hanya bertahan selama enam bulan, karena batang logam akan aus, tetapi setelah diganti, lampu kembali berfungsi seperti semula.
Lampu air garam ini lebih aman dan ramah lingkungan daripada lampu minyak tanah.
Perkembangan Produk Lampu Air Garam
Lampu air garam saat ini sudah banyak yang mengembangkan. Mungkin Anda juga pernah melihat di berbagai media sosial, banyak video tentang produk lampu air garam, dari yang buatan pribadi sampai yang level serius, macam startup gitu, lah.
Jika Anda ingin membuatnya sendiri, di YouTube sudah banyak video tutorial tentang bagaimana cara membuat lampu air garam.
Oh, iya, lampu air garam ini ‘beda’ dengan lampu garam Himalaya. Lampu garam Himalaya adalah kristal yang diukir dari garam batu berwarna kuning. Kemudian, dilubangi agar sesuai dengan bola lampu yang akan dipasang di dalamnya, yang mana menurut beberapa orang lampu garam Himalaya memiliki khasiat tertentu.